TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bakal melakukan berbagai upaya untuk menagih piutang kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI senilai Rp 110 triliun. Ia berharap ada niat baik dari para obligor maupun debitur untuk membayar utangnya.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan melacaknya dan mengeksekusi melalui Panitia Urusan Piutang Negara. "Kalau itu belum, kami akan kerja sama dengan BI dan OJK agar akses mereka terhadap lembaga keuangan bisa kita lakukan pemblokiran," ujar dia dalam konferensi pers, Jumat, 4 juni 2021.
Pasalnya, Sri Mulyani mengatakan nama-nama para obligor maupun debitur tersebut jelas tercatat, juga dengan perusahaannya. Karena itu, ia mengatakan pelacakan aset serta identifikasi obligasi maupun kewajiban dari obligor dan debitur akan menjadi penting dalam proses penyelesaian piutang negara ini.
Sri Mulyani menjelaskan hak tagih negara tersebut berasal dari krisis perbankan tahun 1997-1998. Kala itu, negara melakukan bail-out dengan cara bank sentral menggelontorkan dana ke perbankan yang mengalami kesulitan. Hingga saat ini, pemerintah masih harus membayar biaya dari BLBI tersebut.
"Oleh karena itu, hak tagih negara ini terdiri dari mereka yang statusnya adalah obligor yaitu para pemilik dari bank-bank yang dibantu oleh negara melalui BLBI atau debitur yaitu mereka yang pinjam dari bank-bank yang dibantu oleh negara," ujar dia.
Menurut Sri Mulyani, saat ini ada senilai Rp 110,454 triliun dana dalam berbagai bentuk aset tagihan atau utang kepada negara. Utang itu, kata dia, akan ditagih melalui mekanisme piutang negara, yaitu masalah perdata.